Reksa Dana Saham Panin Beta One adalah reksa dana terbaru dari Panin Asset Management yang akan terbit pada 31 Maret 2017. Apa latar belakang Panin Asset Management kembali menerbitkan produk reksa dana saham yang ke 7 ini? Bagaimana cara kerjanya dan apa yang membedakan reksa dana ini dengan reksa dana saham yang sudah ada? Bagaimana tata cara transaksinya? Penjelasan lebih lengkap mengenai Panin Beta One adalah sebagai berikut.
Latar Belakang
Banyaknya produk baru yang diterbitkan terutama untuk jenis reksa dana saham, menimbulkan pertanyaan dari mengapa Panin AM kembali menerbitkan reksa dana saham yang baru ? Sebagaimana perlu dijelaskan, pertimbangan dari penerbitan produk baru biasanya ada 2 yaitu untuk melengkapi variasi produk yang tidak dimiliki sebelumnya dan berdasarkan permintaan dari nasabah.
Untuk alasan variasi produk, sebagai contoh dahulu Panin AM tidak memiliki reksa dana syariah, maka diterbitkanlah Panin Dana Syariah Saham dan Panin Dana Syariah Berimbang. Sebelumnya produk reksa dana campuran yang ada komposisi sahamnya lebih dominan, maka diterbitkan Panin Dana Prioritas yang sahamnya maks 30%. Belum ada reksa dana yang memberikan dividen tetap setiap bulan, maka diterbitkan Panin Dana Pendapatan Berkala yang memberikan dividen secara bulanan.
Untuk alasan permintaan nasabah, biasanya lebih karena lebih karena permintaan dari investor institusi. Sebab dana kelolaan dari investor institusi menyumbang lebih dari 50% total dana kelolaan. Untuk itu, biasanya jika ada permintaan maka akan selalu diusahakan untuk diakomodasikan. Sebagai contoh pada saat pembangunan infrastruktur pemerintah sedang berjalan dimana-mana, ada permintaan untuk dibuat reksa dana yang bertemakan infrastruktur. Pada saat itu lahirlah Panin Dana Infrastruktur Bertumbuh.
Kemudian ada juga permintaan untuk dibuat reksa dana dengan tujuan sosial atau dikenal dengan endowment fund. Lahirlah Panin Dana Teladan yang memiliki kebijakan untuk menyumbangkan 0.25% dari dana kelolaan untuk kegiatan sosial. Untuk produk ini, malahan pada awalnya ekslusif untuk nasabah tertentu, baru kemudian dibuka untuk umum.
Untuk Reksa Dana Saham Panin Beta One ini latar belakang penerbitannya juga didasarkan pada faktor permintaan nasabah. Sebagaimana diketahui saat ini, industri keuangan Indonesia sangat seksi di mata investor asing. Investor bukan hanya membeli sahamnya untuk diperjual belikan, tapi sudah mengakusisi sebagian perusahaan dan mengembangkan bisnisnya di Indonesia.
Tidak usah jauh-jauh, untuk Group Panin Sendiri contohnya bisa dilihat dengan mudah. Dubai Islamic Bank membeli sebagian kepemilikan Panin Bank Syariah menjadi Panin Dubai Bank Syariah. Sebelumnya Panin Life juga dibeli sebagian kepemilikannya oleh perusahaan Jepang menjadi Panin Dai-Ichi Life. Kemudian Asuransi Multi Artha Guna (MAG) juga diakusisi sebagian oleh perusahaan asal Canada yaitu FairFax yang merupakan salah satu perusahaan asuransi terbesar di dunia.
Masuknya investor asal luar negeri tersebut juga membawa perubahan mulai dari budaya kerja, cara berbisnis, hingga kebijakan pengelolaan investasi. Cara mereka melihat reksa dana sedikit banyak dipengaruhi oleh filosofi investasi di negara asalnya. Sebagaimana diketahui, di Amerika Serikat, saat ini terjadi perubahan pada minat reksa dana.
Di Amerika Serikat, reksa dana dapat dibagi menjadi reksa dana yang dikelola secara aktif dan reksa dana yang dikelola secara pasif. Jika dulunya reksa dana aktif yang lebih mendominasi dana kelolaan industri, sekarang porsi reksa dana pasif semakin lama semakin besar. Pada grafik di bawah bisa dilihat bahwa porsi reksa dana pasif adalah sekitar 20% dari industri pada tahun 2006 dan menjadi sekitar 40%an pada 2016.
Tren inilah yang memunculkan permintaan, apakah di Panin AM ada reksa dana pasif. Karena pada saat itu belum ada, maka dibuatlah Reksa Dana Saham Panin Beta One ini.
Apa Beda Reksa Dana Aktif dan Reksa Dana Pasif ?
Reksa dana aktif artinya reksa dana tersebut dikelola secara aktif dengan target mengalahkan acuannya. Apa acuannya? Kalau untuk reksa dana saham biasanya adalah IHSG atau LQ-45 sementara untuk reksa dana pendapatan tetap adalah indeks obligasi. Sementara yang dimaksud dengan reksa dana pasif adalah reksa dana yang berusaha untuk menyamai acuannya.
Pada prakteknya perwujudan dari reksa dana pasif bisa berupa Reksa Dana Indeks dan ETF (Exchange Traded Fund) atau reksa dana yang unit penyertaannya diperdagangkan di bursa.
Untuk menggambarkan perbedaan antara reksa dana yang aktif dan pasif, berikut adalah perbandingannya
Dalam suatu indeks, apakah itu IHSG, LQ-45, Kompas-100, IDX-30 dan sebagainya biasanya terdiri dari sekelompok saham dengan kontribusi yang berbeda-beda. Besaran kontribusi tersebut ditentukan oleh besaran kapitalisasi masing-masing saham. Kapitalisasi diperoleh dari perkalian harga dan jumlah lembar saham.
Selanjutnya dari kapitalisasi pasar ini bisa diperoleh gambaran berapa kontribusi saham tersebut dalam suatu indeks. Sebagai contoh, misalkan diketahui kontribusi BBCA terhadap indeks adalah 5%, artinya jika hari ini semua saham harganya sama dan saham BBCA naik 10%, maka indeks akan naik sebesar 5% x 10% atau naik 0.5%. Sebaliknya jika saham BBCA turun 10%, maka indeks saham juga akan turun 0.5% dengan asumsi semua saham lainnya tetap.
Reksa dana yang dikelola secara aktif, biasanya akan menyusun portofolio investasi sesuai dengan analisanya masing-masing. Misalkan karena outlook sektor perbankan bagus, walaupun kapitalisasi pasar dari perbankan sekitar 4-5%, reksa dana aktif melakukan penempatan hingga 8%. Kemudian karena sektor otomotif dianggap kurang bagus, walaupun saham ASII berkontribusi 4% terhadap indeks, reksa dana yang dikelola secara aktif bisa saja memilih tidak ada penempatan sama sekali. Tentu saja, gambaran di atas adalah contoh, bukan kondisi sebenarnya.
Penempatan pada masing-masing saham juga harus memperhatikan batasan dari OJK yaitu maksimal 10% pada satu perusahaan. Konsentrasi yang terlalu tinggi pada 1 saham selain bisa menyebabkan tingkat risiko yang tinggi, pada saat terjadi kenaikan juga berpotensi menyebabkan pelanggaran pada batasan maksimum per saham. Untuk itu, kecuali sangat yakin, adalah jarang sekali dijumpai penempatan ke 1 perusahaan hingga 8 – 10%.
Untuk reksa dana yang dikelola secara pasif, pertimbangan akan kondisi perekonomian, valuasi harga wajar saham, bisa dikatakan sangat minimal. Yang menjadi perhatian adalah komposisi saham terhadap indeks. Jika suatu saham memberikan kontribusi 12% terhadap indeks, maka reksa dana yang dikelola secara pasif akan menempatkan komposisi yang kurang lebih sama pada portofolionya.
Sebagaimana pada contoh di atas, komposisi pada reksa dana pasif sama dengan indeks yang dijadikan acuannya sehingga kinerjanya juga akan kurang lebih sama dengan indeks tersebut. Untuk reksa dana yang dikelola secara aktif, ketika strateginya yang dipilihnya tepat, kenaikannya bisa di atas indeks, namun ketika salah, bisa turun di bawah indeks acuannya.
Indeks Acuan
Indeks yang bisa dijadikan acuan di Indonesia sangat banyak. Mulai dari IHSG (atau dikenal dengan JCI), LQ-45, Kompas 100, IDX 30, hingga indeks Indonesia versi luar negeri yaitu MSCI (Morgan Stanley Capital Index) yang dibuat oleh lembagan Morgan Stanley. Indeks ini menjadi salah satu acuan dari ETF EIDO di luar negeri yang berinvestasi ke Indonesia.
Perbedaan utama antara Indeks yang dibuat di Indonesia dengan Indeks di luar negeri biasanya di penentuan bobot. Jika di Indonesia, besaran bobot ditentukan berdasarkan kapitalisasi pasar, maka di luar negeri ditambahkan lagi bobot saham beredar di publik. Semakin banyak saham beredar di publik, maka bobotnya akan semakin besar karena faktor likuiditas menjadi salah satu pertimbangan investor asing saat berinvestasi di Indonesia.
Dari sekian banyak indeks yang ada, tentu sulit untuk menentukan pilihan karena ada LQ-45 yang likuid, Kompas 100 yang likuid dan mempertimbangkan fundamental dan beberapa indeks lainnya. Untuk itu dilakukan studi dan hasilnya sebagai berikut :
Perbandingan IHSG (JCI) vs LQ-45, Kompas 100 dan MXID (Morgan Stanley Capital Index)
Sumber : Riset Panin AM
Berdasarkan data, ternyata untuk kinerja CAGR (Compound Annual Growth Rate) atau rata-rata return tahunan IHSG selama 10 tahun dari 2007 – 2016 mengalahkan LQ-45, Kompas 100 dan MXID. Ketika kinerjanya dipecah untuk pasar dalam kondisi bullish seperti 2007 – 2011 dan 2011 – 2016, kinerja IHSG tetap lebih baik dibandingkan indeks lainnya.
IHSG vs Rata-rata Reksa Dana Saham 2007 – 2016
Sumber : Riset Panin Asset Management
Jika dibandingkan dengan rata-rata reksa dana saham dalam jangka panjang, terlihat bahwa ternyata IHSG juga mengalahkan rata-rata reksa dana saham secara umum. Jika IHSG sendiri adalah reksa dana, maka bisa dikatakan reksa dana IHSG ini lebih baik dibandingkan rata-rata reksa dana pada umumnya.
Atas pertimbangan tersebut, maka diputuskan IHSG akan dijadikan sebagai rujukan untuk produk reksa dana saham baru yang akan dibuat.
Reksa Dana Indeks, ETF, atau Reksa Dana Saham ?
Dalam membuat reksa dana pasif, manajer investasi bisa memilih untuk membuat reksa dana indeks atau ETF (Exchange Traded Fund). Yang dimaksud dengan ETF adalah reksa dana yang unit penyertaannya diperdagangkan di bursa. Berbeda dengan reksa dana pada umumnya, ETF dapat dijual di bursa saham sebagaimana kita menjual saham dengan harga bid dan offer. Karena bisa diperdagangkan bursa, ETF selain memiliki harga NAB/Up penutupan, juga memiliki harga live harian seperti halnya saham.
Di Indonesia, ETF memang semakin berkembang, namun di satu sisi transaksi di pasar sekunder belum terlalu banyak sehingga jika ada transaksi dalam jumlah besar kemungkinan masih akan sedikit mengalami kesulitan likuiditas. Meski demikian, investor tetap bisa membeli atau menjualnya langsung dengan manajer investasi dengan minimum nominal yang lebih besar.
Penerbitan ETF sedikit lebih rumit karena membutuhkan satu pihak tambahan lagi yaitu dealer partisipan. Yang dimaksud dengan dealer partisipan adalah perusahaan sekuritas yang menjadi market maker atau bandar, dimana jika ada yang mau membeli dan tidak ada likuiditas di pasar, maka mereka akan menjadi standby seller. Sebaliknya ketika ada yang mau jual, mereka akan menjadi standby buyer. Harga pembelian dan penjualan ditetapkan oleh dealer partisipan.
Di luar negeri, ETF sangat populer karena transaksi di pasar sekunder sangat ramai. Saking ramainya, investor luar juga memanfaatkan peluang ini untuk melakukan arbitrase harga. Sebagai contoh, misalkan Indeks LQ-45 di harga 923. Transaksi di pasar sekunder bisa saja lebih tinggi atau lebih rendah dari harga tersebut. Katakanlah pada saat ini adalah penawaran di harga 923 jam 10 pagi, karena meyakini indeks LQ-45 akan naik pada penutupan nanti, investor membeli ETF LQ-45 di harga pasar kemudian melakukan redemption di siang harinya ke manajer investasi untuk mendapatkan keuntungan.
Yang lebih ekstrem lagi, setahu saya praktek ini hanya terjadi di luar negeri, investor membeli ETF di pasar sekunder atau langsung ke manajer investasi, kemudian meminta untuk memecah ETF tersebut secara individual untuk dijual secara ketengan per masing-masing saham. Hal ini dilakukan karena investor ETF yakin bisa mendapatkan keuntungan dari praktek arbitrase harga tersebut.
Karena transaksi ETF di pasar sekunder Indonesia masih belum seaktif luar negeri, maka pada dasarnya tidak ada perbedaan yang terlalu berarti antara ETF dan reksa dana indeks. Terutama untuk anda yang mau berinvestasi dalam jumlah besar. Dalam membuat reksa dana indeks, ada 4 ketentuan pengelolaan yang membedakan dengan reksa dana lain yaitu :
Penjelasan dari 4 kewajiban di atas sebagai berikut :
Minimal 80% penempatan ke instrumen sesuai Indeks Acuan
Artinya jika reksa dana indeks memilih IHSG sebagai indeks acuan, maka minimum 80% dari dana kelolaan reksa dana bisa ditempatkan ke dalam IHSG. Jika memilih Indeks LQ-45, maka minimum 80% dari dana kelolaan ditempatkan ke LQ-45.
Minimal 80% dari anggota Indeks Acuan harus termasuk
Misalkan indeks yang dijadikan acuan adalah Kompas 100 yang terdiri dari 100 saham pilihan Kompas, maka reksa dana indeks yang mengacu ke Kompas 100 minimal harus memiliki 80% dari anggota yaitu 80 saham. Bagaimana jika acuannya IHSG, maka jumlah sahamnya juga minimal 80% anggota IHSG. Sebagai informasi, jumlah anggota IHSG per Desember 2016 adalah sebagai berikut :
Per Desember 2016, jumlah saham di IHSG lebih dari 500 saham. Dengan asumsi ada 500 saja, maka reksa dana indeks IHSG diwajibkan memiliki minimal 400 saham.
Alokasi per perusahaan antara 80% – 120%
Untuk point ini, lebih jelasnya adalah sebagai berikut :
Sumber : Bursa Efek Indonesia
Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia, contoh kontribusi saham dari Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) no 16 adalah sebesar 0.99% atau saya bulatkan jadi 1%. Berdasarkan ketentuan tersebut, reksa dana indeks diperbolehkan untuk berinvestasi antara 0.8% – 1.2% di reksa dana.
Pasal ini bermanfaat jika dalam Indeks ada yang memiliki kontribusi lebih dari 10%. Pada reksa dana biasa, maksimal ke 1 perusahaan hanya 10%. Hal ini tidak berlaku untuk reksa dana indeks yang diperbolehkan lebih dari itu. Namun karena di IHSG tidak ada saham yang bobotnya lebih dari 10%, maka point ini menjadi kurang begitu bermanfaat bagi reksa dana yang acuannya IHSG.
Ada Tracking Error yang wajib dijaga
Tracking error adalah istilah statistik untuk mengukur seberapa jauh deviasi antara reksa dana indeks dengan indeks acuannya. Karena merupakan istilah statistik, ada yang beranggapan bahwa jika angkanya 3%, maka selisih antara reksa dana indeks IHSG dengan IHSG adalah plus minus 3%. Hal ini kurang tepat, dan juga saya ralat jika dalam beberapa kali preview penjelasan saya demikian.
Tracking error secara matematis dihitung dari standar deviasi antara return reksa dana dengan return indeks acuan. Karena merupakan standar deviasi, maka ketika angkanya 3% maka jarak antara reksa dana indeks dengan indeks tidak benar-benar 3% dan bisa lebih kecil dari angka tersebut.
Tidak ada standar berapa harusnya besaran suatu tracking error, tapi manajer investasi diminta untuk menentukan suatu angka yang seterusnya untuk dijaga agar tidak melebihi ketentuan. Bagi investor secara awam, pada dasarnya yang penting pergerakan antara reksa dana indeks IHSG dengan IHSG kalau bisa identik sehingga tracking error bisa sama dengan 0.
Dari 4 syarat di atas, terus terang syarat paling sulit adalah nomor 2 dimana kewajiban 80% anggota indeks harus termasuk. Hal ini karena tidak semua saham dari IHSG tersebut aktif. Saham yang jumlah transaksinya cukup likuid sehingga cukup aman untuk dijadikan portofolio investasi reksa dana mungkin hanya sekitar 100an. Akibatnya jika harus berinvestasi pada lebih dari 400 saham, akan besar sekali kemungkinan manajer investasi terjebak pada saham yang tidak likuid atau terpaksa harus membeli sangat mahal dan menjual sangat murah agar bisa memiliki portofolio yang diharapkan. Di sisi lain, karena tidak adanya saham yang bobotnya lebih dari 10% di IHSG, maka manfaat dari kebijakan 80% – 120% untuk reksa dana indeks tidak dapat dimaksimalkan.
Atas pertimbangan di atas, maka manajer investasi di Panin Asset Management memutuskan bahwa jenis reksa dana yang dibuat agar mengacu ke IHSG ini adalah jenis Reksa Dana Saham. Bukan reksa dana Indeks ataupun ETF. Secara umum, pengelolaan reksa dana ini sebagai berikut :
- Reksa Dana Saham
- Pemilihan saham sekitar 75 – 80 saham
- Dasar pengelolaan digunakan pendekatan kuantitatif dan fundamental
- Rebalancing dilakukan tiap 2 bulan atau jika diperlukan
Dengan memilih antara 75-80 saham yang dianalisa secara kuantitatif dan sedikit fundamental untuk saham yang kapitalisasinya kecil serta dilakukan rebalancing setiap 2 bulan, berdasarkan back testing dapat diperoleh suatu reksa dana yang pergerakannya menyerupai indeks IHSG dengan tracking error tidak lebih dari 3%.
Mengapa namanya disebut Beta One? Apakah nantinya akan ada Beta Two, Three dan seterusnya ?
Penamaan Reksa Dana Saham Panin Beta One disebabkan karena mengacu ke istilah dalam investasi. Dimana jika kinerja dari suatu portofolio sama dengan pasar, maka jika dihitung besarnya Beta produk tersebut adalah sama dengan 1. Makanya disebut Panin Beta One. Jika nantinya akan dibuat produk dengan beta yang lebih besar, misalkan Panin Beta Two bisa saja. Sekali hal ini akan dilakukan jika ada pertimbangan agar nasabah bisa melakukan diversifikasi produk atau ada permintaan yang besar dari nasabah institusi.
Apakah reksa dana ini akan berinvestasi pada saham-saham spekulatif ?
Tidak bisa dipungkiri tidak semua saham yang ada di Bursa Efek Indonesia merupakan saham yang fundamentalnya baik. Ada yang rugi, ada yang kurang comply, ada pula yang Good Corporate Governancenya (GCG) kurang baik seperti terlambat menerbitkan laporan keuangan dan sebagainya. Biasanya untuk reksa dana saham Panin AM, saham dengan GCG yang kurang baik otomatis sudah akan dieliminasi. Bagaimana dengan Panin Beta One ?
Karena menggunakan pendekatan berbasis kuantitatif, maka apabila ada saham spekulatif tapi memiliki kontribusi yang signifikan terhadap IHSG dan cukup likuid, Panin Beta One bisa berinvestasi pada saham tersebut. Hal ini karena tujuan dari Panin Beta One adalah menyerupai IHSG, maka pertimbangan fundamental dan GCG menjadi prioritas nomor 2.
Ringkasan Profil Reksa Dana Saham Panin Beta One adalah sebagai berikut
Sebagai informasi, pembelian Panin Beta One bagi nasabah lama Panin Asset Management sudah tidak memerlukan pengisian formulir. Cukup langsung transfer ke rekening Virtual Account atau bisa switching dari reksa dana yang sudah ada. Informasi lebih lanjut bisa menghubungi tenaga pemasar atau CS Panin AM di
Semoga informasi ini bermanfaat.
Penyebutan produk investasi (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Semua data dan hasil pengolahan data diambil dari sumber yang dianggap terpercaya dan diolah dengan usaha terbaik. Meski demikian, penulis tidak menjamin kebenaran sumber data. Data dan hasil pengolahan data dapat berubah sewaktu-waktu tanpa adanya pemberitahuan. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi.
Facebook : https://www.facebook.com/rudiyanto.blog
Twitter : https://twitter.com/Rudiyanto_zh
Sumber Gambar : Panin Asset Management, Credit Suisse dan Bursa Efek Indonesia
Sumber Data : Panin Asset Management
Salam Pak Rudi,
Pak Rudi, mengenai tracking error yang dijelaskan di atas, disebutkan:
“Karena merupakan standar deviasi, maka ketika angkanya 3% maka jarak antara reksa dana indeks dengan indeks tidak benar-benar 3% dan bisa lebih kecil dari angka tersebut.”
Yang ingin saya tanyakan:
– apakah bisa ketika tracking error 3%, jarak/selisih RD indeks dengan IHSG melebihi 3%? ataukah selisihnya selalu kurang dari angka tracking error?
– apakah angka tersebut sudah memperhitungkan management fee (yang biasanya maks. 2% per tahun)?
Lalu saya juga ingin tahu, terkait formula matematis yang digunakan:
– Apakah formula yang sekarang dipakai diyakini dapat berfungsi dengan baik pada segala kemungkinan fluktuasi pasar?
– apakah kedepannya dimungkinkan dilakukan revisi/penyempurnaan, tanpa harus membuat suatu RD yang baru?
Terima kasih sebelumnya, Pak Rudi.
LikeLike
@Budi
Salam Pak Budi,
Sehubungan dengan pertanyaan anda :
1. Cara perhitungan tracking error itu secara sederhana sebagai berikut. Misalkan bulan Januari IHSG 2%, Reksa Dana 1%, maka selisihnya 1%. Kemudian Februari IHSG -3%, Reksa Dana 1%, dan maka selisihnya 4%. Untuk Maret misalkan sama-sama 1% selisihnya tidak ada atau 0%.
Data selisih tersebut kemudian dikumpulkan dan dihitung standar deviasinya. Caranya yaitu 1% kuadrat, + 4% kuadrat dan + 0% kuadrat. Hasilnya dibagi N-1 yaitu 2. Kemudian diakar. Hasilnya sekitar 2.9%.
Jadi 2.9% tracking error itu diperoleh dari selisih 1%, 4% dan 0%. Artinya angkanya bisa lebih besar atau lebih kecil. Kalau menurut saya, untuk lebih mudahnya adalah melihat return 6 bulan atau 1 tahun, sebisa mungkin selisihnya tidak lebih dari +/- 3%, karena angka tracking error itu matematis yang mungkin tidak begitu dipahami oleh investor secara umum. Atau kalaupun bisa, selisihnya return absolut bisa lebih dari itu.
2. Backtesting yang dipergunakan sudah memperhitungkan aspek management fee, dan sebagai informasi rata-rata management fee reksa dana saham di Panin AM adalah maks 3% termasuk Panin Beta One ini.
3. Sesuai dengan disclaimer yang dicantumkan, kinerja masa lalu tidak menjadi jaminan akan terulang di masa yang akan datang. Hal tersebut baru bisa terbukti dari berjalannya waktu. Dan karena ini bukan reksa dana indeks murni, tetap ada kemungkinan kinerja reksa dana berbeda dengan indeks acuan. Apabila anda meragukan hal tersebut bisa terwujud, tidak apa2, dan ini wajar.
Alternatifnya anda bisa masuk setelah melihat kinerjanya setelah berjalan beberapa waktu. Hanya saja, untuk pergerakan harga 1-2 pertama harap tidak menjadi referensi karena terkadang dananya masih kebanyakan dalam bentuk deposito / kas sehingga manajer investasi belum bisa menjalankan strategi investasinya.
4. Kebijakan investasi dengan strategi 75-80 saham, rebalancing setiap 2 bulan, dan berbasis matematis tersebut bisa saja diubah apabila selisih dengan IHSG semakin melebar. Hal ini bisa disebabkan misalkan jumlah saham semakin banyak sehingga untuk meniru 75-80 tidak cukup sehingga misalkan harus 80 – 85.
Kalau berkaitan dengan reksa dana yang baru, itu sekali lagi tergantung permintaan nasabah dan diversifikasi produk. Misalkan ada nasabah yang request minta reksa dana yang betanya 2 kali IHSG dan mau komitmen invest Rp 200 M, maka bisa jadi muncul Panin Beta Two.
Semoga pertanyaan anda bisa terjawab.
Terima kasih
LikeLike
Salam Pak Rudy,
1. Apakah betaone kinerjanya mendekati ihsg..berarti secara rata2 keuntungan akan dibawah panin teladan/unggulan?..saya lihat panin teladan/maksima/unggulan berusaha melebihi ihsg.
2. Apakah benar kl membeli sebelum penerbitan atau saat perdana lebih menguntungkan?
Terimakasih
Benyamen
LikeLike
@Rudiyanto
Terima kasih, pak Rudi
LikeLike
@Benyamen
Salam pak Benyamen,
1. Reksa dana yang dikelola secara aktif seperti produk yang bepak sebutkan bertujuan untuk mengalahkan indeks acuannya. Dalam upayanya, terkadang mereka berhasil, tapi ada kalanya juga mereka gagal. Jadi ketika reksa dana tersebut gagal, bisa jadi kinerja Panin Beta One ini lebih baik. Selain itu, ada kemungkinan juga pendekatan yang digunakan oleh Beta One tidak berhasil menyamai IHSG sehingga tidak seperti yang diharapkan.
2. Tidak ada kepastian pak, karena bisa jadi NAB/Up reksa dana turun di bawah 1000. Ada banyak contoh juga.
Semoga bermanfaat
LikeLike
Salam Pak Rudi,
Saya tertarik untuk berinvestasi pada reksa dana, tetapi ada beberapa pertanyaan yang mengganjal. Mohon bantuannya pak
Ketika kita membeli reksa dana untuk pertama kalinya itu menggunakan harga NAB pada hari tersebut kita membeli atau Rp1000? Apakah harga Rp1000 hanya berlaku pada reksa dana yang baru dinyatakan efektif dan pertama kali melakukan penawaran?
Jika menggunakan harga NAB, maka bagaimana cara menentukan waktu yang tepat untuk membeli dan teknik forecasting seperti apa yang digunakan? Begitu pula dalam menentukan waktu penjualan.
Terima kasih
LikeLike
Salam Pak Rudi,
Salah satu alasan untuk berinvestasi ke Reksa Dana Indeks adalah biaya transaksi yang rendah. Di Amerika, bisa diambil contoh dari Vanguard S&P 500 Index Fund dengan expense ratio mulai dari 0.16%. Jika invest $10,000, expense ratio bisa turun sampai 0.05%. Bisakah expense ratio Panin Beta One serendah ini? Kalau tidak, expense ratio Panin Beta One kira-kira berapa persen?
Terima Kasih,
Stevanus
LikeLike
@Jody
Salam Pak Jody,
Terima kasih atas ketertarikannya untuk berinvestasi pada reksa dana.
Untuk pembelian reksa dana, menggunakan NAB/Up pada tanggal dilakukan transaksi. Jika anda membeli reksa dana pada hari pertama dia terbit, memang NAB/Up yang digunakan adalah Rp 1000. Setelah itu, baru menggunakan harga pasar.
Harga reksa dana cuma ada 1 setiap hari dan baru diketahui besok harinya. Jika anda beli di hari Senin, semoga formulir dan transfer diselesaikan sebelum jam 13.00 WIB, maka akan mendapatkan NAB/Up pada hari Senin yang diketahui pada hari Selasa. Demikian pula jika melakukan transaksi penjualan.
Ada berbagai macam cara-cara forecasting, baik itu teknikal maupun fundamental. Namun saran saya, cara yang lebih baik adalah membuat suatu tujuan keuangan dan fokus pada tujuan tersebut. Sebab melakukan timing itu sangat sulit dan belum tentu benar. Kalaupun benar, terkadang juga tidak konsisten. Tapi jika anda berhasil menemukan caranya dan yakin, silakan saja.
Panduan untuk membuat tujuan keuangan bisa dibaca di http://rudiyanto.blog.kontan.co.id/2014/08/10/3-langkah-menjadi-investor-reksa-dana-bagi-pemula/
Semoga bermanfaat
LikeLike
@Stevanus
Salam Pak Stevanus,
Perlu saya jelaskan bahwa Panin Beta One adalah reksa dana saham yang menggunakan pendekatan kuantitatif, bukan reksa dana indeks. Secara teori, reksa dana indeks memang memiliki expense ratio yang lebih rendah dibandingkan reksa dana biasa, namun di Indonesia belum ada penelitiannya.
Yang paling penting dari reksa dana indeks, menurut saya bukanlah berapa expense rationya, tapi apakah kinerjanya sesuai dengan indeks acuan atau tidak. Jika kinerjanya tidak sesuai, mungkin salah satu faktornya adalah faktor expense ratio terlalu tinggi, namun jika sesuai, menurut saya harusnya tidak terlalu menjadi signifikan berapa expense rationya.
Besaran expense ratio itu dihitung setiap tahun dalam audit laporan keuangan reksa dana yang dipublikasikan pada bulan (sekitar) April – Juni tahun berikutnya. Jadi untuk tahun berjalan, besaran angkanya belum ada.
Belum ada riset tentang besarnya expense ratio reksa dana saham di Indonesia, namun jika mengacu pada besaran management fee seharusnya antara 2-4%. Untuk Panin Beta One juga seharusnya akan berkisar di angka tersebut.
Semoga bermanfaat
LikeLike
Salam pak rudi
Apakah harga suatu reksadana itu tergantung nilai NAB/Up?
Atau saya dapat membeli rd dengan nominal terendah walaupun nilai NAB/up sudah tinggi.
Saya pemula pak, saya tertarik ingin membeli reksadan dengan metode DCA, Mohon penjelasannya, terimakasih pak
LikeLike
@Faizal
Salam pak Faizal,
Nilai Aktiva Bersih per Unit Penyertaan atau sering disebut NAB/Up adalah harga dari suatu reksa dana. Jadi misalkan disebut harga reksa dana Rp 1200, itu memiliki arti yang sama jika anda menyebut NAB/Up reksa dana Rp 1200.
Nominal pembelian berbeda dengan NAB/Up karena besarnya ditetapkan dalam prospektus. Umumnya reksa dana saat ini, minimum nominal pembeliannya ditetapkan Rp 100.000. Dengan demikian ketika harga reksa dana Rp 1200 atau Rp 12.000 bahkan Rp 120.000 (belum ada sih), tetap bisa dibeli dengan nominal Rp 100.000.
Sebab sistem perhitungan kepemilikan reksa dana menggunakan 4 angka di belakang koma. Misalkan anda beli reksa dana senilai Rp 100.000 pada harga Rp 1.200, maka anda akan mendapatkan 83,3333 unit. Jika harganya Rp 12.000 dengan nilai Rp 100.000 akan mendapat 8.3333 unit, dan untuk harga Rp 120.000, maka unit diperoleh sama dengan 0.8333 unit.
Biasanya investor pemula berpikir kalau harganya sudah Rp 120.000 akan lebih susah naik dibandingkan yang harganya Rp 1.200. Konsep ini kurang tepat karena yang penting dari investasi adalah persentase perubahan harganya. Jadi ketika melihat reksa dana, harga bukan menjadi pertimbangan tapi persentase kenaikan dan juga penurunannya.
Mengapa harus melihat penurunan? Hal ini karena reksa dana adalah investasi yang mengandung risiko. Salah satu cara untuk mengukur risiko adalah pada saat ketika sedang turun, apakah persentase penurunan lebih dalam dibandingkan lainnya.
Semoga bisa menjawab pertanyaan anda. Terima kasih
LikeLike
Pak Rudiyanto,
Kalau tujuan RD Panin Beta One adalah untuk “menyerupai indeks IHSG dengan tracking error tidak lebih dari 3%”, bukankah juga dapat dicapai dengan membeli ETF EIDO (iShares MSCI Indonesia)?
LikeLike
@James
Salam Pak James,
Sehubungan dengan pertanyaan anda :
1. ETF EIDO relatif sulit untuk diakses oleh investor di Indonesia. Saya sendiri tidak tahu kemana saya harus membeli instrumen ini.
2. Jika ETF EIDO dalam USD, maka investor juga terpapar risiko kurs. Dimana tingkat return yang diperoleh bisa lebih tinggi, tapi bisa juga lebih rendah tergantung kondisi kurs
3. Kebetulan untuk periode 10 tahun terakhir ETF EIDO yang mengacu pada MSCI Indonesia, pada grafik di atas dengan kode MXID, kinerjanya kalah dibandingkan IHSG.
4. MSCI Indonesia tidak sama dengan IHSG, perihal tracking error saya tidak tahu dengan jelas, tapi walaupun tracking errornya kecil namun kinerjanya kalah dengan IHSG, maka lebih baik membeli indeks yang mengacu IHSG. Tentu, kinerja masa lalu tidak menjamin akan terulang di masa mendatang.
Jadi menjawab pertanyaan anda, dengan membeli ETF EIDO berdasarkan data historis, belum tentu dapat mendapatkan portofolio menyerupai IHSG dengan tracking error di bawah 3 %.
Semoga bermanfaat
LikeLike