Jika GoTo Melantai di Bursa, ini Dampaknya bagi Reksa Dana

Grup GoTo memayungi Gojek, Tokopedia, dan Goto Financial yang beroperasi dengan entitas masing-masing.(kompas.com)

Paska merger antara Gojek dengan Tokopedia menjadi GoTo, langkah selanjutnya adalah melantai di Bursa Efek Indonesia atau dikenal dengan istilah go public. Bagaimana dampaknya bagi reksa dana ?

Menurut pemberitaan Bloomberg, valuasi GoTo setelah merger berdasarkan pendanaan yang sudah masuk adalah USD 18 M, dengan kurs 14.250 setara Rp 256.5 Triliun. Untuk nilai IPO, ditargetkan antara 35 – 40 M USD atau setara Rp 498.75 T – 570 T.

Sumber : https://www.bloomberg.com/news/articles/2021-02-10/gojek-is-said-to-near-tokopedia-merger-ahead-of-public-listing?sref=BTIW47pU

Untuk memahami pengaruh dari go public GoTo terhadap reksa dana, kita perlu memahami dulu yang namanya Kapitalisasi Pasar (Market Caps) dan Bobot saham dalam IHSG.

Kapitalisasi Pasar dan Bobot

Kapitalisasi pasar adalah perkalian antara jumlah lembar saham suatu perusahaan dengan harga sahamnya. Kapitalisasi pasar ini selanjutnya dijadikan sebagai dasar untuk menentukan bobot suatu saham dari seluruh saham atau Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Sebagai contoh, pada akhir April Bank BCA memiliki 24,408,459,900 lembar saham beredar. Dengan harga 32.025, maka kapitalisasi pasar dari BBCA adalah Rp 781.6 T. Total dari kapitalisasi pasar IHSG pada periode yang sama adalah Rp 7096 T, sehingga bobot BBCA dalam IHSG adalah 11.02%

Angka persentase pada setiap saham menunjukkan bobot saham dalam IHSG. Sebagai contoh, Bank BCA dengan bobot 11.02%, itu berarti jika dalam 1 hari, semua saham harganya sama dan harga BBCA naik 5%, maka IHSG akan naik sebesar +5% x 11.02% = +0.551%.

Semakin besar bobot suatu saham, maka semakin besar pula pengaruh saham tersebut terhadap IHSG.

10 Perusahaan dengan Kapitalisasi dan Bobot Terbesar

Berdasarkan data statistik Bursa Efek Indonesia per akhir april 2021, 10 perusahaan dengan kapitalisasi terbesar dan bobotnya dalam IHSG, sebagai berikut

  1. Bank BCA (BBCA), Rp 781.6 T – 11.02%
  2. Bank BRI (BBRI), Rp 494.5 T – 6.97%
  3. Telkom (TLKM), Rp 316.9 T – 4.47%
  4. Bank Mandiri (BMRI), Rp 285.2 T – 4.02%
  5. Unilever (UNVR), Rp 228.9 T – 3.23%
  6. Astra Internasional (ASII), Rp 222.6 T – 3.14%
  7. Chandra Asri Petrochemical (TPIA), Rp 179.6 T – 2.53%
  8. HM Sampoerna (HMSP), Rp 153.5 T – 2.16%
  9. Bank Jago (ARTO), Rp 139.2 T – 1.96%
  10. Elang Mahkota Teknologi (EMTK), Rp 137.0 T – 1.93%

Total 10 saham terbesar memiliki kapitalisasi pasar Rp 2.939 Triliun atau setara 41.4%. Total seluruh kapitalisasi pasar dari IHSG sendiri adalah Rp 7.096 Triliun.

Jika GoTo IPO…

Dengan asumsi target valuasinya tercapai yaitu 35 – 40 M USD atau setara Rp 498.75 T – 570 T, hal ini akan menempatkan GoTo sebagai perusahaan dengan kapitalisasi terbesar kedua setelah Bank BCA. Bahkan jika harganya naik signifikan paska IPO, bisa berpotensi membuat GoTo menyalip Bank BCA.

Peta kapitalisasi pasar dan bobot juga akan berubah karena masuknya saham GoTo. Dengan asumsi nilai tengah Rp 535 T (498.75 + 570 dibagi 2) dan nilai kapitalisasi pasar per Akhir April 2021, maka total seluruh kapitalisasi pasar IHSG adalah Rp 7.096 Triliun + 535 Triliun menjadi Rp 7.631 Triliun.

Perkiraan bobot untuk 10 saham kapitalisasi terbesar ditambah GoTo, dengan asumsi data April 2021 adalah sebagai berikut

  1. Bank BCA (BBCA), Rp 781.6 T – 11.02% menjadi 10.24%
  2. GoTo, Rp 535 T – 7.01%
  3. Bank BRI (BBRI), Rp 494.5 T – 6.97% menjadi 6.48%
  4. Telkom (TLKM), Rp 316.9 T – 4.47% menjadi 4.15%
  5. Bank Mandiri (BMRI), Rp 285.2 T – 4.02% menjadi 3.73%
  6. Unilever (UNVR), Rp 228.9 T – 3.23% menjadi 2.99%
  7. Astra Internasional (ASII), Rp 222.6 T – 3.14% menjadi 2.91%
  8. Chandra Asri Petrochemical (TPIA), Rp 179.6 T – 2.53% menjadi 2.35%
  9. HM Sampoerna (HMSP), Rp 153.5 T – 2.16% menjadi 2.01%
  10. Bank Jago (ARTO), Rp 139.2 T – 1.96% menjadi 1.82%
  11. Elang Mahkota Teknologi (EMTK), Rp 137.0 T – 1.93% menjadi 1.79%

Dampak bagi reksa dana

Apakah dengan IPO GoTo akan membuat masyarakat berbondong-bondong membeli reksa dana? Rasanya tidak. Kemungkinan masyarakat akan membelinya langsung melalui aplikasi trading saham yang sekarang juga semakin mudah diakses.

Pengaruh IPO GoTo terhadap reksa dana adalah lebih daripada sisi pengelolaannya, terutama reksa dana yang alokasi di sahamnya besar seperti reksa dana saham dan reksa dana campuran.

Kinerja reksa dana yang berbasis saham umumnya dibandingkan dengan IHSG. Reksa dana sendiri juga merupakan sekumpulan portofolio yang terdiri atas saham-saham dengan bobot tertentu.

Berbeda dengan bobot saham dalam IHSG yang ditentukan oleh Market Caps, bobot saham dalam reksa dana saham ditentukan berdasarkan keyakinan atau conviction dari Manajer Investasi terhadap fundamental, valuasi dan atau prospek saham tersebut di masa mendatang.

Karena adanya keyakinan itulah, biasanya bobot saham dalam reksa dana dan IHSG berbeda. Misalkan jika di IHSG bobot BCA sampai dengan 11%, maka di reksa dana mungkin 5-9.5% karena adanya batasan 10% dana kelolaan pada 1 instrumen. Ada kemungkinan juga, reksa dana saham tidak punya sama sekali karena ada pertimbangan yang lainnya oleh Manajer Investasi.

Jika simulasi di atas menjadi kenyataan, dimana bobot GoTo adalah 7% dari IHSG, apakah hal ini akan membuat Manajer Investasi mempertimbangkan saham ini?

Bobot 7% adalah angka yang besar untuk IHSG. Bahkan jika nantinya saham ini likuid dan fundamentalnya lolos saringan, sehingga masuk ke dalam IDX-30 atau LQ-45 yang menjadi indeks acuan utama, bobot di indeks tersebut mungkin bisa mencapai antara 10 – 12%.

Dengan bobot yang besar, tentu saja Manajer Investasi mau tidak mau harus mempertimbangkan saham ini dalam portofolionya. Tinggal disesuaikan bobotnya saja. Apakah lebih besar, lebih kecil atau di sekitar bobot saham tersebut terhadap IHSG.

Mungkin saja dengan pertimbangan jika valuasinya terlalu mahal, ada manajer investasi tidak punya sama sekali sambil menunggu harganya turun ke level valuasi yang wajar / murah.

Sebab tidak semua saham e-commerce unicorn yang IPO harganya naik. Setelah semua “hype” lewat, pada akhirnya kembali pada kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan.

Harga IPO sendiri juga bukan merupakan suatu kepastian. Berkaca pada pengalaman di China, bahkan last minute bisa dibatalkan oleh regulator. Kemungkinan ini kecil kalau di Indonesia, tapi jika dilakukan secara dual listing, maka bisa saja terjadi di bursa luar negerinya.

Sekalipun bukan batal, tapi tunda, bisa saja berdampak pada ekspektasi dan pergerakan harga ke depannya. Pada akhirnya, selalu bijaksana dalam berinvestasi.

Demikian artikel ini, semoga bermanfaat

Penyebutan produk investasi  (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Semua data dan hasil pengolahan data diambil dari sumber yang dianggap terpercaya dan diolah dengan usaha terbaik. Meski demikian, penulis tidak menjamin kebenaran sumber data. Data dan hasil pengolahan data dapat berubah sewaktu-waktu tanpa adanya pemberitahuan. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi.

Instagram : https://www.instagram.com/rudiyanto_zh/

Facebook : https://www.facebook.com/rudiyanto.blog

Twitter : https://twitter.com/Rudiyanto_zh

Belajar Reksa Dana : www.ReksaDanaUntukPemula.com

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s